Sabtu malam di awal Mei 2015 menjadi malam yang paling mencekam bagi para pedagang Pasar Johar. Percikan api yang muncul secara tiba-tiba dari salah satu kios menjadi biang malapetaka bagi pedagang yang menggantungkan hidupnya pada denyut Pasar Johar. Api dengan cepat merambat ke seluruh bagian pasar. Hembusan angin malam menambah kecepatan si jago merah melahap bangunan pasar beserta segala macam dagangan yang ditinggalkan para pedagang. Asap hitam tebal membumbung tinggi.
Malam itu, nyaris tak ada yang terlewat dari jilatan api. Sebagian besar kios Pasar Johar hangus terbakar, tak terkecuali kios suvenir milik pasutri Imam Sutrisno dan Dwi Ana Riyanti. Ana, sapaan Dwi Ana Riyanti, mengaku sempat terguncang setelah menerima kabar kebakaran tersebut. Tak ada waktu lagi baginya untuk menyelamatkan barang dagangan dan pesanan suvenir yang terlanjur dipersiapkan untuk diambil pelanggan keesokan harinya.
Dia juga harus merelakan hasil jerih payahnya selama dua tahun menjadi abu. Meski punya segudang alasan untuk sedih, Ana justru tak ingin terlalu lama larut dalam kesedihan dan kekalutan. Dia mengingat satu per satu pelanggannya yang telah mempercayakan perlengkapan momen sakral mereka pada Ana. Dia tak mau musibah yang dialaminya turut dialami para pelanggannya. “Saya mencoba untuk legawa lalu menghubungi pelanggan satu per satu dan saya ceritakan kepada mereka apa yang terjadi. Meski saya sendiri sedang dilanda musibah, tapi saya tidak mau mengecewakan pelanggan yang sudah mempercayai saya. Apalagi, pernikahan adalah momen penting, sekali seumur hidup. Jadi saya berusaha tetap memenuhi pesanan pelanggan. Untuk item tertentu yang barangnya sudah tidak ada, saya tawarkan suvenir pengganti kepada mereka. Alhamdulillah mereka semua mengerti,” kenangnya.
Untuk menyediakan barang pengganti untuk pesanan yang terbakar, Ana harus merogoh tabungan pribadinya. Dari tabungan itu pula, Ana dan suaminya menyewa sebuah kios baru di kawasan Bubakan, tepatnya di Jalan Sendowo, dan memulai usaha dari nol. Ana sengaja tak menempati kios sementara yang disediakan Pemerintah Kota Semarang. Itu lantaran kios tersebut tak cukup besar untuk menampung barang dagangannya. Pun lokasinya pun tidak strategis sehingga dia memilih menyewa kios di lokasi lain. Saat ini, dengan dibantu permodalan oleh BPR WM, Ana membuka toko baru di Jalan MT Haryono, berseberangan dengan Pasar Peterongan. Kios di Jalan Sendowo dikelola oleh suaminya, sedangkan Ana mengelola kios barunya. Di kios itu Ana menyediakan berbagai kebutuhan pernikahan seperti undangan, aneka macam suvenir, aksesoris, kotak hantaran pernikahan juga tasbih buatannya. Dia berharap keberadaan kios ini bisa membantu calon pembeli menjangkau usahanya. Terlebih lokasinya cukup strategis, sehingga mudah dijangkau calon pembeli dari Semarang atas.
Menjaga Kepercayaan
Untuk membantunya mengelola bisnis ini, Ana tidak mempekerjakan karyawan, melainkan memberdayakan kedua anaknya. Untuk menggarap pesanan suvenir, dia menyerahkannya pada tenaga lepas harian yang sudah lama ikut membantunya. Ana tak mau mengecewakan pembelinya sedikitpun. Menurutnya, dengan memberikan uang muka pemesanan, berarti pembeli telah menaruh kepercayaannya pada usahanya. Kualitas dan kerapian suvenir selalu diutamakan. Untuk itu, Ana selalu mengecek suvenir yang akan diserahkan kepada pembeli. Khusus untuk hantaran pernikahan, Ana mengerjakannya sendiri agar hasilnya sesuai dengan selera dan keinginan pembeli. “Kalau sudah dipercaya ya kita harus bisa menjaga kepercayaan itu. Tepat janji, dan jangan kurangi mutu produk. Ini penting untuk menjaga pelanggan, karena pelanggan juga lah yang membuat usaha saya makin dikenal orang dan maju,” ujarnya. Di kedua kios yang dikelolanya, Ana optimis dapat memulihkan bisnis dan mengganti modal yang ikut terbakar. Terlebih pasar perlengkapan pernikahan di Semarang masih terbuka lebar. Dia cukup menyediakan berbagai kebutuhan pernikahan yang dapat dipilih masyarakat dari berbagai lapisan sosial ekonomi. “Tapi kita harus selalu berinovasi dan kreatif supaya dapat memenuhi selera dan keinginan konsumen,” katanya. Kehadiran BPR WM di tengah masa sulitnya dirasa Ana sangat membantu. “Saya puas jadi nasabah di BPR WM. Prosedurnya sederhana, cepat. Suku bunga terjangkau. Pelayanannya sangat bagus. Berbeda dengan bank pemerintah. Prosedurnya lama dan terlalu bertele-tele, itu pun belum tentu lolos. Padahal kami pedagang kecil butuh modal segera untuk usaha.” [red]