Ibarat peribahasa sedia payung sebelum hujan, dana darurat terutama jika terjadi bencana perlu disiapkan jauh-jauh hari. Maklum, sebagai manusia kita tidak bisa memprediksi kapan bencana datang dan kita butuh dana darurat. Dalam situasi genting, kita pasti tidak memiliki banyak waktu untuk mempersiapkan diri. Termasuk dari sisi kesiapan keuangan. Jika situasi tidak memungkinkan untuk meminjam dari orang lain, maka diri sendiri lah yang dapat menolong. Oleh karena itu sebelum terlambat, kita patut memperhitungkan dana darurat dalam pengelolaan keuangan sedini mungkin. Perencana Keuangan dari Mitra Rencana Edukasi (MRE) Andy Nugroho, sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia, menjelaskan dana darurat berbeda dengan pos tabungan dan investasi. Tabungan dan investasi mempunyai tujuan spesifik serta waktu penggunaan dana terukur. Semisal, untuk tabungan pendidikan sekolah anak, pensiun hari tua, dana kesehatan yang digunakan ketika sakit, dan sebagainya. Sedangkan kondisi darurat merujuk kepada hal-hal yang tidak diinginkan tetapi bisa jadi menimpa kita kapan saja, seperti; bencana alam, kebakaran, dan musibah lainnya yang tidak terduga. “Untuk dana darurat kita siapkan tapi kita tidak tahu kapan dan untuk tujuan apa akan kita gunakan,” jelas Andy. Andy menyatakan sebaiknya dana darurat disimpan secara terpisah dari tabungan dan investasi. Tujuannya, menghindari penggunaan dana darurat untuk kepentingan di luar kondisi mendesak. Idealnya, lanjut Andy, setiap orang memiliki dana darurat sebesar tiga kali penghasilan bulanan. Jumlah itu ditujukan bagi orang yang belum berkeluarga atau masih single. Sedangkan untuk yang sudah berkeluarga, jumlah dana darurat tentu lebih besar. Idealnya, sebesar enam kali penghasilan bulanan. Uang itu tidak boleh dikeluarkan untuk kepentingan yang sifatnya tidak mendesak. Jumlah dana darurat memang tidak kecil, tetapi kita tidak perlu khawatir. Kita bisa menyiapkannya sedikit demi sedikit dari penghasilan bulanan.
Untuk alokasi untuk dana darurat, Andy mengatakan, sebesar 10 persen harus disisihkan dari penghasilan bulanan. Itu berarti, karyawan yang memiliki gaji Rp7 juta per bulan seyogyanya menyisihkan Rp700 ribu untuk dana darurat. Selain 10 persen untuk dana darurat, orang juga bisa menyisihkan sebesar 10 persen untuk tabungan dan investasi, 10 persen untuk kepentingan pengembangan diri, 10 persen untuk hal yang sifatnya hiburan, dan 5 persen untuk kegiatan yang bersifat sosial. “Lalu sebanyak 55 persen untuk kebutuhan hidup dalam sebulan,” jelas Andy. Andy memaklumi jika dana darurat kerapkali terlewat dalam anggaran bulanan. Untuk itu ia memberikan tips agar kita membayangkan dan memahami potensi risiko dalam kondisi mendesak tanpa memiliki kecukupan keuangan. Hal itu tentunya akan membebani diri kita sendiri. “Jadi kemalasan untuk mempersiapkan dana darurat bisa dilawan dengan kekhawatiran terhadap hal buruk yang akan terjadi kalau kita tidak sisihkan dari sekarang,” kata Andy.
Perencana Keuangan dari Tatadana Consulting Tejasari Asad memiliki pandangan yang serupa. Ia mengatakan dana darurat harus dibedakan dengan uang tabungan dan investasi. Pemisahan ini bertujuan agar dalam keadaan darurat kita sudah siap secara finansial tanpa mengurangi porsi dana lainnya, seperti dana kesehatan, pendidikan, dan pensiun. Skenario terburuk, kata Tejasari, jika kita memakai dana pendidikan saat kondisi darurat, maka setelah masalah tuntas justru kita harus menyisihkan dari nol untuk tabungan pendidikan. “Dengan adanya dana darurat kehidupan kita berjalan normal setelah kondisi darurat bisa kita lewati,” kata Tejasari.
Penyimpanan dana darurat bisa dilakukan pada beberapa instrumen keuangan, dengan catatan dana darurat disimpan pada instrumen yang mudah dicairkan saat kondisi genting. BPR Weleri Makmur memiliki berbagai produk tabungan yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk menyimpan dana darurat, misalnya Tabungan Smart, Tabungan Makmur, maupun Tabungan Rencana. Selain itu juga ada tabungan masyarakat berhadiah (Tamasha) yang membantu masyarakat agar disiplin menabung, pun dapat dijadikan agunan pinjaman ketika ada kebutuhan mendesak. (*)