BPR WM Bantu Adi Bangkit dari Kebangkrutan
Kebangkrutan bukan hal yang dicita-citakan setiap pengusaha. Namun ketika hal itu terjadi, pilihannya hanya dua : menyerah pada keadaan atau kembali bangkit.
Basuki Adi Nugroho memilih untuk bangkit kembali setelah usaha produksi rotinya mengalami kebangkrutan. Namun proses untuk memulai segalanya dari nol bukan hal yang mudah. Saat akan mengajukan pinjaman modal misalnya, Adi mendapat penolakan dari sejumlah bank yang meragukan kemampuannya membayar angsuran.
“Dalam kondisi seperti itu, hanya BPR WM yang mau meminjami modal. Maka ketika usaha saya sukses seperti sekarang, itu juga berkat bantuan dan kepercayaan dari BPR WM. Jadi saya sangat berterima kasih pada BPR WM,” ujar Adi, sapaan Basuki Adi Nugroho.
Tak ingin mengalami kegagalan yang sama, Adi pun mengubah haluan bisnisnya. Dia yang semula memproduksi roti, kini lebih menekuni bisnis distribusi roti kemasan. Bekerja sama dengan berbagai pabrik roti dan produsen makanan ringan, Adi mendistribusikan produknya ke berbagai pasar di Semarang, Kendal hingga Purwodadi. Kini, Adi bisa mengantongi omset hingga Rp 900 juta per bulan.
Minim Resiko
Bisnis distribusi roti, dirasakan Adi, lebih minim resiko daripada produksi roti. Terlebih, dia memilih roti yang daya tahannya lebih lama.
Beberapa pabrikan rekanannya pun bersedia menerima kembali roti yang berjamur. Pun jika pabrik tidak menerima roti yang berjamur, roti itu bisa dijual kembali sebagai pakan ternak.
Dengan bekerja sama dengan pabrikan roti, Adi mampu memenuhi tingginya permintaan pasar terhadap roti. Kualitas roti pun jauh lebih terjamin lantaran pabrik umumnya menggunakan mesin untuk berproduksi, sehingga minim sentuhan tangan manusia.
“Sentuhan tangan manusia itu ada andilnya dalam membuat roti cepat berjamur. Maka kalau produksi pakai mesin, pasti produknya lebih higienis dan tahan lama. Rasa dan kematangan juga pasti terjamin,” ujarnya.
Adi sebenarnya masih memproduksi roti namun dalam skala kecil. Setiap hari, pabrik kecilnya hanya memproduksi 7 jenis roti berlabel Sabila dan Adi Jaya. Produksinya ditujukan untuk memenuhi permintaan pelanggan lamanya. Meski demikian dia tidak berminat untuk kembali memperbesar skala produksi rotinya.
“Jadi produsen itu lebih banyak resikonya, apalagi roti adalah produk basah dan gampang berjamur. Itu juga yang menyebabkan kebangkrutan usaha saya dulu. Uang tidak didapat, justru produk kembali dalam rupa sudah berjamur, modal habis. Kalau sudah seperti ini, merk pun harus ikut ganti untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat,” kenang Adi.
Berbagi
Adi menekankan, kunci suksesnya bukan semata karena kepiawaiannya berbisnis melainkan karena kemauannya berbagi dengan karyawan dan sales yang membantunya mendistribusikan roti.
“Kalau saya mau, saya bisa saja ambil keuntungan sebanyak-banyaknya. Tapi itu tidak saya lakukan. Biar saja keuntungan kecil tapi bisa berbagi dengan orang-orang yang terlibat di bisnis ini.”